REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kehadiran Timnas Israel menjadi salah satu finalis Piala Dunia Sepak Bola U-20 yang akan digelar di Indonesia pada 20 Mei-11 Juni 2023 menimbulkan kegaduhan. Hal itu karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel alias tidak mengakui eksistensi negeri Zionis tersebut.
Menurut Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Dr KH Ahmad Kusyairi Suhail MA, kebijakan luar negeri Indonesia yang mendukung perjuangan rakyat Palestina, harusnya membuat pemerintah Indonesia tegas menolak kedatangan Timnas Israel. “Hal ini, karena zionis Israel masih menjajah bangsa Palestina hingga kini,” kata Kusyairi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia mengutip, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinei 1 disebutkan dengan gamblang, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.”
Dengan demikian, Kusyairi menegaskan, menolak kehadiran Timnas Israel adalah amanat kontitusi. Dia juga menyinggung pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Majelis Umum Ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara virtual, Rabu (23/9/2020).
Saat itu, kata dia, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang hadir dalam Konferensi Bandung (Konferensi Asia Afrika) yang sampai sekarang belum menikmati kemerdekaannya. Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina untuk mendapatkan hak-haknya.
“Ini artinya bapak Presiden Joko Widodo mengakui bahwa Palestina masih dalam penjajahan Israel, dan Indonesia terus konsisten mendukung perjuangan Palestina untuk mendapatkan hak kemerdekaannya,” kata Kusyairi.
Karena alasan melaksanakan amanat konstitusi itulah, dia menambahkan, dahulu Presiden Skarno melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Israel pada Kualifikasi Piala Dunia 1958. Juga, pemerintah tidak mengundang Timnas Israel pada Asian Games 1962 di Jakarta. “Jadi, masalah ini tidak semata urusan olah raga, melainkan masalah konsistensi terhadap konstitusi,” tutur Kusyairi.
Sumber: Republika